A. Pengertian dan Tujuan
pengawasan
Pengawasan menurut Mockler adalah
suatu usaha sistematis untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan
tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik,
membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya,
menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan
koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya organisasi
dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam tujuan-tujuan organisasi.
Kegiatan pengawasan pada dasarnya
memiliki peran untuk membandingkan akan kondisi yang ada dengan kondisi yang
seharusnya terjadi. Apabila dalam prosesnya terjadi penyimpangan/hambatan/penyelewengan
dapat segera dilakukan tindakan koreksi. Untuk memperoleh hasil yang lebih
efektif, pengawasan dilakukan bukan hanya pada akhir proses manajemen tetapi
pada setiap tingkatan proses manajemen.
Sementara itu, tujuan pengawasan
yang ditinjau berdasarkan konsep sistem adalah berfungsi untuk membantu mempertahankan
hasil atau output yang sesuai dengan syarat-syarat sistem. Artinya, melalui
pengawasan yang telah ditetapkan dalam rencana dan program, pembagian tugas dan
tanggung jawab, pelaksanaannya serta evaluasinya senantiasa dipantau dan
diarahkan sehingga tetap berada dalam ketentuan. Sementara itu, Harsono
menyatakan bahwa tujuan pengawasan pendidikan dan kebudayaan adalah untuk
mendeteksi sedini mungkin segala bentuk penyimpangan serta menindak lanjutinya
dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pendidikan. prioritas pendidikan
yang dimaksud adalah pemerataan kesempatan belajar, relevansi, dan peningkatan
mutu
Adapun
fungsi dari pengawasan pada manajerial sebuah instansi pendidikan adalah:
1. Menghindari
terjadinya penyimpangan program
Dengan
dilakukan pengawasan, maka program pendidikan yang ditetapkan pada awal
manajemen dapat berjalan berdasarkan perencanaan yang keseluruhan.
2. Meningkatkan
kualitas kerja
Dengan
menerapkan kontrol manajemen, berarti juga menerapkan fungsi pengawasan kerja,
yang berdampak pada peningkatan kualitas kerja
3.
Memperoleh umpan balik (feed back)
Lewat
kontrol manajemen yang dilakukan, maka administrator pendidikan yang
melaksanakan kontrol akan memperoleh pengalaman dan penemuan-penemuan kasus
yang dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi yang nantinya dilakukan
penyempurnaan kegiatan kontrol.
4. Mengajak
secara mendidik
Pengawasan
manajemen juga dapat berfungsi sebagai terapan. Dengan control, adminstrator
pendidikan dapat menerapkan secara langsung dan tidak langsung, secara efektif
dan efisien, secara persuasif yang bersifat mendidik kepada para personil
program untuk memahami untuk maksud dan tujuan kegiatan yang dilakukan.
5.
Mengukur seberapa jauh pencapaian program pendidikan
Dengan
mengetahui seberapa jauh tingkat ukur kemampuan dari manajemen yang diterapkan
maka akan dapat dilakukan proses peningkatan pada tindak
lanjutprogram manajemen selanjutnya
Fungsi kontrol (pengawasan
pendidikan) sangat penting, karena erat kaitannya dengan pelaksanaan dan hasil
yang diharapkan oleh sistem pendidikan. Fungsi kontrol pendidikan tetap mengacu
dalam tiga hal, yakni berfungsi sebagai sensor, komparator, dan activator.
Pada fungsi sensor, kontrol
pendidikan itu mendayagunakan rencana pendidikan sebagai ukuran yang
dimaksudkan untuk mengukur pelaksanaan dan keberhasilan suatu rencana
pendidikan. Pada fungsi komparator bermaksud membandingkan antara hasil
pengukuran dan perencanaan pendidikan yang telah dikembangkan sebelumnya.
Fungsi activator dimaksudkan untuk mengarahkan tindakan manajerial bilamana
terjadi suatu perubahan dalam pelaksanaan sistem pendidikan. Dengan demikian
fungsi-fungsi tersebut erat kaitannya dengan kelancaran jalannya roda
organisasi pendidikan, dan ketercapaian hasil pelaksanaan sistem pendidikan
sesuai dengan jenjangnya.
B. Prinsip-prinsip
pengawasan
Dalam aktivitas
pengawasan sebagai salah satu komponen manajemen, terdapat prinsip-prinsip yang
perlu diperhatikan. Menurut Oteng Sutisna, ia berpendapat bahwa tindakan
pengawasan terdiri dari tiga langkah universal yaitu : pertama, mengukur
perbuatan; kedua, membandingkan perbuatan dengan standar yang ditetapkan dan
menetapkan perbedaan-perbedaan jika ada; dan ketiga, memperbaiki penyimpangan
dengan tindakan pembetulan.
Untuk mendapatkan suatu sistem
pengawasan yang efektif maka perlu dipenuhi beberapa prinsip pengawasan. Dua
prinsip pokok bagi pengawasan yang efektif ialah adanya rencana tertentu dan
adanya pemberian instruksi-instruksi, serta wewenang-wewenang kepada bawahan.
Prinsip pokok pertama merupakan standar atau alat pengukur daripada pekerjaan
yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut menjadi penunjuk apakah
sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. Walaupun demikian, prinsip
pokok kedua merupakan suatu keharusan yang perlu ada, agar sistem pengawasan
itu memang benar-benar dapat efektif dilaksanakan. Wewenang dan
instruksi-instruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada bawahan karena berdasarkan
itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah dapat menjalankan tugas-tugasnya
dengan baik. Atas dasar instruksi yang diberikan kepada bawahan dapat diawasi
pekerjaan seorang bawahan.
Setelah kedua prinsip pokok diatas, maka suatu sistem pengawasan menurut LAN RI
haruslah mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip
kesisteman; pengawasan ditujukan untuk menghasilkan good
governance sehingga harus memperhatikan keseluruhan komponen secara
sistemik.
2. Prinsip
akuntabilitas; segala yang ditugaskan meminta pertanggungjawaban dari setiap
orang yang diserahi tanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya.
3. Prinsip
organisasi; tugas manajemen ada pada setiap level organisasi dan pengawasan
merupakan tugas setiap pimpinan yang berada pada organisasi sesuai dengan tugas
pokok fungsinya masing-masing.
4. Prinsip
koordinasi; pengawasan dilakukan dengan memperhatikan pengaturan kerjasama yang
baik antar komponen. Setiap bagian memiliki tugas pokok fungsi masing-masing,
akan tetapi untuk menjaga sinergitas sistem, tiap bagian harus dapat mewujudkan
kegiatan terpadu dan selaras dengan tujuan organisasi melalui koordinasi yang
baik.
5. Prinsip
komunikasi; pengawasan menjadi sarana hubungan antara pusat dengan daerah,
pimpinan dengan bawahan, sehingga perlu dikembangkan komunikasi yang intensif
dan empatik agar kerjasama terus berlanjut secara harmonis.
6. Prinsip
pengendalian; pengawasan menjadi sarana mengarahkan dan membimbing secara
teknis administratif maupun memecahkan persoalan kerja agar tercapai
efektivitas kerja.
7. Prinsip
integritas; merupakan kepribadian pengawas yang melaksanakan pengawasan dengan
mentalitas yang baik penuh kejujuran, simpatik, tanggung jawab, cermat, dan
konsisten.
8. Prinsip
objektivitas; melaksanakan pengawasan dengan berdasarkan keahlian secara
profesional tidak terpengaruh secara subjektif oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.
9. Prinsip
futuristik; pengawasan harus dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi di masa depan dan sadar betul apa yang diperbuat akan menentukan
masa depan shingga ia menghindari penyimpangan-penyimpangan atau kebocoran
karena akan menjadi bumerang bagi masa depan.
10. Prinsip
preventif; pengawasan dilakukan agar penyimpangan-penyimpangan dapat dicegah
dan kalaupun terjadi dapat dideteksi secara dini sehingga penyelesaiannya dapat
cepat teratasi.
11. Prinsip
represif; bila terjadi penyimpangan dan kebocoran, pengawas harus tegas dengan
menegakkan sanksi/hukuman sesuai peraturan yang berlaku.
12. Prinsip
edukatif; kesalahan/penyimpangan/kebocoran yang dilakukan diperbaiki dan
diberikan saran yang membangun kepercayaan diri agar tidak terulang kembali
kesalahan untuk kedua kalinya.
13. Prinsip
korektif; kesalahan/penyimpangan/kebocoran dicari penyebabnya dan selanjutnya
dicari solusi untuk memperbaiki kesalahan agar tujuan dapat tercapai.
C.
Jenis-jenis Pengawasan
Adapun jenis-jenis
pengawasan adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan
Intern dan Ekstern,
a. Pengawasan
Intern, pengawasan yang dilakukan oleh orang dari badan atau unit ataupun instansi di dalam lingkungan unit
tersebut. Dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan
melekat (built in control).
b. Pengawasan Ekstern, pengawasan
yang dilakukan di luar dari badan/unit/instansi tersebut. UUD 1945 pasal 23E:
“Untuk memeriksa pegnelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yg bebas dan mandiri
2.
Pengawasan Preventif (sebelum kegiatan dilaksanakan) dan Represif (setelah
kegiatan dilaksanakan)
3. Pengawasan
Aktif (dekat) dan Pasif
a. Pengawasan
aktif merupakan jenis pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yg
bersangkutan,
b.Pengawasan pasif Melakukan penelitian dan
pengujian terhadap surat-surat pertanggungjawaban yang disertai dengan
bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.
4. Pengawasan
kebenaran formil menurut hak (rechtmatigheid) dan kebenaran materiil
mengenai maksud & tujuan pengeluaran (doelmatigheid)
D. Langkah dan Jenis Pengendalian
Mochler dalam Stoner James, A. F.
(1988) menetapkan empat langkah dalam proses pengendalian, yaitu sebagai
berikut:
1. Menentukan standar dan metode
yang digunakan untuk mengukur prestasi.
2. Mengukur prestasi kerja.
3. Menganalisis apakah prestasi kerja
memenuhi syarat.
4. Mengambil tindakan pemantik /
koreksi
Stoner
James, A. F. dan Wankel, Charles (1988) juga mengelompokkan jenis-jenis metode
pengendalian dalam empat jenis, yaitu:
1. Pengendalian Pra-Tindakan (pre-action
control)
Menurut konsep pengendalian, suatu tindakan bias diambil
bila sumberdaya manusia, bahan dan keuangan diseleksi dan tersedia dalam jenis,
jumlah dan mutu yang tepat.
2. Pengendalian Kemudi (Steering
Control) atau Pengawasan Umpan Maju(Freeforward Control)
Metode ini dibentuk untuk mendeteksi penyimpangan dari
beberapa standar atau tujuan tertentu dan memungkinkan pengambilan tindakan
koreksi di depan. Bila pemimpin melihat adanya penyimpangan dia dimungkinkan untuk
melakukan koreksi, sekalipun kegiatan belum selesai dilakukan. Pengendalian ini
efektif bila pemimpin pada waktu yang tepat dapat memperoleh informasi yang
akurat.
3. Pengendalian Secara Skrining
atau Pengendalian Ya/Tidak (Screening or Yes/No Control)
Metode ini sangat luas digunakan karena mampu melakukan
penelitian ganda, ketika pengamanan terhadap resiko tindakan manajer sangat
diperhatikan. Metode ini fungsional bila prosedur dan syarat-syarat tertentu
disepakati sebelum melakukan kegiatan.
4. Pengendalian Purna-Karya (Post-Action
Control)
Metode
pengendalian digunakan untuk melihat adanya penyimpangan arah dan tujuan
perusahaan setelah kegiatan selesai. Pengendalian ini hampir mirip dengan
evaluasi yang waktu lalu
E. Fitur Fungsi
Pengendalian
Berikut ini
adalah karakteristik dari fungsi kontroling:
1. Kontroling adalah akhir fungsi,fungsi tersebut dilakukan sekali
yang dibuat dalam
konformitas dengan
rencana.
2. Kontroling adalah
fungsi yang meluas, berarti
itu dilakukan oleh manajer pada semua tingkatan dan dalam semua jenis masalah.
3. Kontroling adalah melihat
ke depan, karena kontrol
yang efektif tidak mungkin tanpa masa lalu dikontrol. Mengontrol selalu melihat
ke masa depan sehingga tindak lanjut
dapat dibuat bila diperlukan.
4. Kontroling adalah
proses dinamis, karena
mengendalikan memerlukan mengambil metode reviewal, perubahan harus dibuat
sedapat mungkin.
5. Kontroling terkait dengan
perencanaan, Perencanaan dan
Pengendalian adalah dua fungsi inseperabel manajemen. Tanpa perencanaan, pengendalian adalah
latihan berarti dan tanpa mengontrol, perencanaan tidak berguna. Perencanaan
mengandaikan mengendalikan dan mengontrol perencanaan berhasil.
F. Proses
pengawasan
Proses dasar pengawasan meliputi
tiga tahap yaitu:
(1)
menetapkan standar pelaksanaan,
(2)
pengukuran pelaksanaan,
(3)
menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar
dan rencana.
Mockler
menyusun pengawasan menjadi empat langkah kegiatan seperti dalam gambar
berikut:
1. Menetapkan
alat pengukur standar dan metode mengukur prestasi kerja
Menetapkan standar dimulai dari
menetapkan tujuan atau sasaran secara spesifik dan mudah diukur. Tujuan atau
sasaran dan cara mencapai tujuan tersebut merupakan standar dan metode kerja
yang dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja. Dalam mengukur atau menilai
pelaksanaan atau hasil pekerjaan bawahan, kita harus mempunyai alat penilai
atau pengukur standar. Alat penilai ini harus ditetapkan terlebih dahulu
sebelum bawahan melaksanakan pekerjaannya dan bawahan harus mengerti benar alat
penilai yang dipergunakan oleh atasannya untuk menilai pekerjaannya. Kedua hal
tersebut, yakni alat penilai (standar) ditetapkan terlebih dahulu sebelum
bawahan melaksanakan tugas-tugasnya dan bawahan mengetahui benar alat penilai
(standar) yang dipergunakan atasannya untuk menilai hasil pekerjaannya,
merupakan dua dari tiga syarat yang harus dipenuhi dengan proses pengawasan.
Syarat lainnya ialah bahwa bawahan mengerti benar apa yang menjadi tanggung
jawabnya (principle of job definition).
2. Pengukuran/penilaian
prestasi kerja
Fase kedua dalam proses pengawasan
adalah menilai atau mengevaluasi. kegiatan yang dijalankan untuk mencapai
sasaran terus diukur keberhasilannya secara berulang bisa pengamatan langsung
atau melalui penggunaan instrumen survei berisi indikator efektifitas kerja.
3. Menetapkan
apakah prestasi sesuai dengan standar
Hasil pengukuran menjadi bahan
informasi untuk dibandingkan antara standar dengan keadaan nyata lapangan.
Dengan menetapkan apakah prestasi sesuai dengan standar, dimaksudkan
membandingkan hasil pekerjaan bawahan (actual result) dengan alat
pengukur(standar) yang sudah ditentukan. Dengan demikian, jelas untuk
dapat melaksanakan tugas ini dua hal tersebut, harus tersedia, yaitu :
a)
standar atau alat pengukur,
b) actual
result atau hasil pekerjaan bawahan.
4. Mengambil
tindakan korektif
Pada fase terakhir ini, bila pada
fase sebelumnya dipastikan telah terjadi penyimpangan, maka perlu dilakukan
tindakan korektif. Dengan tindakan perbaikan diartikan, perbaikan yang diambil
untuk menyesuaikan hasil pekerjaan nyata yang menyimpang agar sesuai dengan
standar atau rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Sementara
itu dalam pengertian lain, pengawasan dibagi atas tiga hal, yaitu sebagai
berikut:
1. Steering
control (pengawasan pengarahan)
Jenis pengawasan pengarahan
merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk mengantisipasi berbagai problem atau
penyimpangan dari standar yang telah ditetapkan terlihat awal dari kemungkinan
yang akan terjadi. Jenis pengawasan ini dapat dilakukan dalam jangka pendek,
menengah dan panjang. Juga memberikan pada manajer suatu pekerjaan untuk
mengontrol dan mengawasi beberapa tindakan dan beberapa kemajuan yang telah
dicapai oleh beberapa tingkatan organisasi dan sekaligus melakukan koreksi
terhadap pembiasaan dan perbedaan yang terjadi dalam organisasi.
2. Screening
control (pengawasan penyeleksian)
pengawasan penyeleksian adalah
melakukan koreksi terhadap berbagai penyimpangan dari standar pada waktu
penyimpangan itu terjadi atau ketika terjadi suatu hal yang dinilai tidak
signifikan pada produk. Pengawasan penyeleksian dianggap efektif karena dinilai
dapat mendeteksi lebih cepat terhadap penyimpangan yang akan terjadi sebelum
dampak negatif dari kejadian itu menimpa eksistensi organisasi.
3. Post
action control (pengawasan setelah terjadi tindakan)
Jenis pengawasan ini dikenal juga
sebagai pengawasan umpan balik. Apa yang terjadi merupakan indikasi pencapaian
saat itu dan sekaligus yang terjadi sulit diperbaiki, yang akan diperbaiki
adalah sesuatu yang dilakukan dan diantisipasi akan terjadi di masa mendatang.
Jenis pengawasan ini bukan merupakan jenis pengawasan yang sangat berguna tetapi
dapat dipakai untuk dua hal yang sangat penting, yaitu:
a. Memberikan
informasi bagi perencanaan yang akan datang.
b. Memberikan
dasar yang kuat untuk penghargaan kepada para pekerja yang berhasil.
Supaya
pengawasan yang dilakukan seorang atasan efektif, maka haruslah terkumpul
fakta-fakta di tangan pemimpin yang bersangkutan. Guna maksud pengawasan
seperti ini, ada beberapa cara mengumpulkan fakta-fakta, yaitu:
1. Peninjauan
pribadi
Peninjauan pribadi (personal
inspection, personal observation) adalah mengawasi dengan jalan meninjau
secara pribadi sehingga dapat dilihat pelaksanaan pekerjaan. Cara pengawasan
ini mengandung segi kelemahan, bila timbul prasangka dari bawahan. Cara seperti
ini memberi kesan kepada bawahan bahwa mereka diamati secara keras dan kuat
sekali. Di pihak lain ada yang berpendapat bahwa cara inilah yang terbaik.
Sebagai alasan karena dengan cara ini kontak langsung antara atasan dan bawahan
dapat dipererat. Tambahan lagi dengan cara ini; kesukaran dalam praktik dapat
dilihat langsung. Kenyataan sesungguhnya mudah didapat, tidak akan dikacaukan
oleh pendapat bawahan yang mungkin terselip pada cara pengawasan dengan
menerima laporan tertulis.
2. Pengawasan
melalui Interview atau laporan lisan
Sebenarnya hampir mendekati dengan
cara pertama ialah pengawasan melalui oral report. Dengan cara ini,
pengawasan dilakukan dengan mengumpulkan fakta-fakta melalui laporan lisan yang
diberikan bawahan. Waswancara yang diberikan ditujukan kepada orang-orang atau
segolongan orang tertentu yang dapat memberi gambaran dari hal-hal yang ini
diketahui, terutama tentang hasil sesungguhnya (actual result) yang
dicapai oleh bawahannya. Dengan cara ini kedua belah pihak aktif, bawahan
memberikan laporan lisan tentang hasil pekerjaannya dan atasan dapat
menanyakannya lebih lanjut untuk memperoleh fakta-fakta yang diperlukannya.
Pengawasan dengan cara ini dapat mempercepat hubungan pejabat karena adanya
kontak wawancara antara mereka.
3. Pengawasan
melalui Laporan tertulis
Laporan tertulis (written report) merupakan
suatu pertanggungjawaban kepada atasan mengenai pekerjaan yang dilaksanakannya,
sesuai dengan instruksi dan tugas-tugas yang diberikan atasannya kepadanya.
Dengan laporan tertulis yang diberikan oleh bawahan, maka atasan dapat membaca
apakah bawahan-bawahan tersebut melaksanakan tugas-tugas yang diberikan
kepadanyaa dengan menggunakan hak-hak atau kekuasaan yang didelegasikan
kepadanya. Kesukaran dari pemberian pertanggungjawaban seperti ini ialah
bawahan tidak dapat menggambarkan semua kejadian dari aktifitas seluruhnya.
Tetapi laporan dapat pula disusun sedemikian rupa sehingga dapat memberikan
gambaran-gambaran yang berlebih-lebihan. Dengan laporan tertulis, sulit
pimpinan menentukan mana yang berupa kenyataan dan apa yang berupa pendapat.
Keuntungan laporan tertulis ialah dapat diambil manfaatnya oleh banyak pihak,
yakni oleh pimpinan guna pengawasan dan pihak lain, yaitu untuk penyusunan
rencana berikutnya.
4. Pengawasan
melalui laporan kepada hal-hal yang bersifat khusus.
Pengawasan yang berdasarkan
kekecualian, atau control by exception adalah suatu sistem pengawasan
dimana pengawasan itu ditujukan kepada soal-soal kekecualian. Jadi, pengawasan
hanya dilakukan bila diterima laporan yang menunjukkan adanya peristiwa-peristiwa
yang istimewa
G. Supervisi dalam praktik
pengawasan pendidikan
Dalam praktik pengawasan pendidikan,
pengawas fungsional memiliki tugas membina dan mengembangkan karir para guru
dan staf lainnya serta membantu memecahkan masalah profesi yang dihadapi oleh mereka
secara profesional. Tugas tersebut jika ditinjau dari kajian konseptual
merupakan kajian supervisi. Dengan demikian, dalam praktik kepengawasan para
pengawas menjalankan fungsi sebagai supervisor.
Dalam dunia pendidikan, supervisi
diidentikkan dengan pengawasan, memang hal ini dapat dimaklumi karena bila
dikaji dari sisi etimologis istilah “supervisi” atau dalam bahasa inggris
“supervision” sering didefinisikan sebagai pengawasan. Sedangkan secara
morfologis, “supervisi” terdiri dari dua kata yaitu “super” yang berarti atas
atau lebih dan “visi” mempunyai arti lihat, pandang, tilik, atau awasi.
Sehingga dari dua kata tersebut dapat dimaknai beberapa substansi supervisi
sebagai berikut:
1. Kegiatan
dari pihak atasan yang berupa melihat, menilik, dan menilai serta mengawasi
dari atas terhadap perwujudan kegiatan atau hasil kerja bawahan.
2. Suatu
upaya yang dilakukan oleh orang dewasa yang memiliki pandangan yang lebih
tinggi berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap untuk membantu mereka yang
membutuhkan pembinaan.
3. Suatu
kegiatan untuk mentransformasikan berbagai pandangan inovatif agar dapat
diterjemahkan dalam bentuk kegiatan yang terukur.
4. Suatu
bimbingan profesional yang dilakukan oleh pengawas agar guru-guru dapat menunjukkan
kinerja profesional.
Namun demikian, meskipun supervisi
mengandung arti atau sering diterjemahkan mengawas, sebetulnya supervisi
mempunyai arti khusus yaitu “membantu” dan turut serta dalam usaha
perbaikan-perbaikan dan meningkatkan mutu baik personel maupun lembaga. Kegiatan
supervisi dilakukan oleh supervisor sebagai bagian dari manajemen kelembagaan
yang memainkan peranan penting untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut, maka
supervisi dapat berarti pengawasan yang dilakukan oleh orang ahli/profesional
dalam bidangnya sehingga dapat memberikan perbaikan dan peningkatan/pembinaan
agar pembelajaran dapat dilakukan dengan baik dan berkualitas. Mengacu pada
pernyataan tersebut maka supervisor pendidikan harus profesional yang
kinerjanya dipandu oleh pengalaman, kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan
dengan sertifikat profesional. Supervisi pendidikan merupakan suatu proses
memberikan layanan profesional pendidikan melalui pembinaan yang kontinu kepada
guru dan personil sekolah lainnya untuk memperbaiki dan meningkatkan
efektifitas kinerja personalia sehingga dapat mencapai pertumbuhan peserta
didik.
Sasaran
supervisi
1. Sasaran
supervisi pendidikan adalah proses pembelajaran. Pelaku utama dalam suatu PBM
adalah guru dan peserta didik. Disamping itu, terdapat anggapan bahwa guru
merupakan ujung tombak pembelajaran, sehingga untuk menjadikan PBM itu efektif
maka perlu dilakukan pembinaan terhadap guru agar mereka dapat melaksanakan
tugasnya secara profesional.
2. Sasaran
supervisi pendidikan adalah pengelolaan pendidikan secara efektif. Pelaksana
dan penanggung jawab pendidikan yang utama adalah kepala sekolah. Kepala
sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang memfasilitasi terwujudnya budaya
akademik yang mendukung pelaksanaan PBM. Oleh karena itu, kepala sekolah
menjadi sasaran supervisi pendidikan.
3. Secara
umum sasaran supervisi adalah seluruh sumber daya pendidikan yang mengupayakan
terwujudnya PBM yang efektif.
Fungsi-fungsi
supervisi pendidikan
Dalam pelaksanaannya, supervisor pendidikan perlu memahami fungsi-fungsi
supervisi yang merupakan tugas pokok sebagai supervisor pendidikan.
fungsi-fungsi utama supervisi pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan
inspeksi
Sebelum
memberikan pelayanan terhadap guru, supervisor perlu mengadakan terlebih
dahulu. Inspeksi tersebut dimaksudkan sebagai usaha mensurvai seluruh sistem
pendidikan yang ada, guna menemukan masalah-masalah, kekurangan-kekurangan,
baik pada guru, murid, perlengkapan, kurikulum, tujuan pendidikan, metode mengajar,
maupun perangkat lain di sekitar keadaan proses belajar-mengajar.
Sebagai
fungsi dari supervisi, inspeksi harus bersumber pada data yang aktual dan tidak
pada informasi yang sudah kadaluarsa.
2. Penelitian
hasil inspeksi berupa data
Data
tersebut kemudian diolah untuk dijadikan bahan penelitian. Dengan cara ini
dapat ditemukan teknik dan prosedur yang efektif sebagai keperluan
penyelenggaraan pemberian bantuan kepada guru, sehingga supervisi dapat
berhasil dengan memuaskan.
Langkah-langkah
yang dapat ditempuh dalam melaksanakan supervisi sekurang-kurangnya adalah:
Ø Menemukan
masalah yang ada pada situasi belajar-mengajar.
Ø Mencoba
mencari pemecahan yang diperkirakan efektif
Ø Menyusun
program perbaikan.
Ø Mencoba
cara baru
Ø Merumuskan
pola perbaikan yang ada standar untuk pemakaian yang lebih luas.
3. Penilaian
Kegiatan
penilaian berupa usaha untuk mengetahui segala fakta yang mempengaruhi langsung
persiapan, penyelenggaraan dan hasil pengajaran.
4. Pelaporan (Reporting)
Pelaporan
dapat berupa penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian
keterangan mengenai segala hal yang bertalian dengan fungsi-fungsi kepada
pejabat yang lebih tinggi, baik secara lisan maupun tertulis sehingga dalam
penerimaan laporan dapat diperoleh gambaran bagaimana pelaksanaan tugas orang
yang memberi laporan.
5. Latihan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pelaporan kemudian diadakan latihan. Pelatihan ini
dimaksudkan untuk memperkenalkan cara-cara baru sebagai upaya perbaikan dan
atau peningkatan. Hal inipun bisa sebagai pemecahan atas masalah-masalah yang
dihadapi. Pelatihan ini dapat berupa lokakarya, seminar, demonstrasi mengajar,
simulasi, observasi, saling mengunjungi atau cara lain yang dipandang efektif.
6. Pembinaan
Pembinaan
atau pengembangan merupakan lanjutan dan kegiatan memperkenalkan cara-cara
baru. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menstimulasi, mengarahkan, memberi
semangat agar guru-guru mau menerapkan cara-cara baru yang diperkenalkan
sebagai hasil penemuan penelitian, termasuk dalam hal ini membantu guru-guru
memecahkan masalah dan kesulitan dalam menggunakan cara-cara baru.
H. Strategi Membangun komunikasi
yang efektif dalam supervisi pendidikan
Dialog supervisi untuk penjaminan
mutu pendidikan perlu diarahkan pada teori individual
conference sebagai tindak lanjut dari observasi kelas (class
visit) walaupun tidak menutup kemungkinan, pengawas menemukan problem di
luar kelas.
Dialog supervisi pada dasarnya
mengembangkan teori komunikasi antar pribadi yang efektif yang tentu saja
melibatkan banyak unsur akan tetapi hubungan antar pribadilah yang paling
penting. Hubungan antar pribadi terdiri atas tiga faktor yaitu saling percaya,
sikap suportif, dan sikap terbuka. Selain itu, konsep diri yang meliputi
persepsi pribadi, self image, dan self esteem, menyusul rasa empati, dan
simpati merupakan pula faktor yang cukup menonjol dalam komunikasi antar
pribadi. Pelaksanaan dialog idealnya menganut prinsip dasar REACH(Respect,
Empathy, Audible, Clarity, Humble).
Prinsip pertama dalam berdialog
adalah Respect yaitu sikap hormat dan menghargai terhadap lawan
bicara kita. Seorang pengawas harus mengembangkan sikap ini, sehingga terjadi
saling respect diantara mereka dan artinya satu sama lain merasa dihargai dan
dianggap penting.
Prinsip kedua adalah Empathy yaitu
kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang
dihadapi oleh orang lain. Rasa empati akan memudahkan penerima pesan dengan
mudah menangkap dan menginterpretasikan pesan. Rasa empati merupakan sifat
penuh perhatian. Kepemerhatian terhadap supervisi, cepat memberikan respon
terhadap kebutuhan supervisi (aspirasi), berkomunikasi dengan baik dan benar,
melayani dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi supervisi, bersikap penuh
simpatik, cepat memperhatikan keluhan supervisi dan mengatasinya. Bila ini
dilakukan, supervisi tidak akan menghadapi kendala psikologis dalam dialog
profesional.
Dialog empatik, memungkinkan
supervisor dapat menyampaikan pesan dengan sikap positif dan siap menerima
masukan secara terbuka, disamping komunikasinya juga terasa ‘nyaman’.
Kenyamanan ini harus direguk bersama, andai supervisor tidak merasa nyaman
sehingga langsung marah-marah atau menunjukkan muka ‘ditekuk’, maka ia tidak
akan dapat menumbuhkan rasa menunjukkan rasa nyaman pada supervisi. Akibatnya
komunikasi tidak akan berjalan dengan baik dan profesional, karena supervisi
akan tertutup dan komunikasi pun akan berhenti sampai di situ. Oleh karena itu,
suatu kesadaran penuh penting dimiliki supervisor untuk memperlakukan secara
egaliter dan kesejawatan yang hangat dengan supervisi. Keterbukaan dan
kesejajaran dalam berdiskusi sangat penting karena itu berarti supervisor dan
supervisi berada pada posisi yang sama. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih
rendah.
Prinsip ketiga adalah Audible.
Makna dari audible antara lain dapat didengarkan dan dimengerti
dengan baik. Untuk dapat didengarkan dan dimengerti maka sebelumnya perlu
menjadi pendengar yang baik. Supervisor hendaknya tidak bertele-tele dalam
berbicara tetapi fokus pada informasi yang penting. Dalam mengungkapkan cara
komunikasi yang audible, yaitu dengan:
1. Buat
pesan anda mudah dimengerti
2. Fokus
pada informasi yang penting
3. Gunakan
ilustrasi untuk membantu memperjelas isi dan pesan tersebut.
4. Taruhlah
perhatian pada fasilitas yang ada dan lingkungan di sekitar anda.
5. Antisipasi
kemungkinan masalah yang muncul.
6. Selalu
menyiapkan rencana atau pesan cadangan.
Prinsip
keempat adalah kejelasan (clarity), yang meliputi kejelasan suara dan
penggunaan istilah yang familiar. Dalam menyiapkan tip pesan agar jelas yaitu:
1. Tentukan
goal yang jelas
2. Luangkan
waktu untuk mengorganisasikan ide
3. Penuhi
tuntutan kebutuhan format bahasa yang kita pakai
4. Buat
pesan anda jelas, tepat dan meyakinkan
5. Pesan
yang disampaikan harus fleksibel.
Prinsip kelima yaitu rendah
hati (humble). Dalam berdialog hindari hal-hal yang melambungkan diri
dengan mengecilkan orang lain. Sikap ini memungkinkan supervisor tidak akan
dihargai dan sulit menangkap perhatian dan respon yang positif dari guru. Sikap
rendah hati yang dikembangkan supervisor tidak akan menurunkan kewibawaan dan
kepercayaan guru, justru sebaliknya guru akan semakin respek dan percaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar